THE END OF ART THEORY
NABILA WARDA SAFITRI
Apakah sebenarnya
benda yang kita sebut seni itu ? , para Filsuf sepanjang sejarah telah mencoba
menjawab pertanyaan itu dan membuat banyak teori muncul.
Seperti yang dikatakan
Morris Weitz’s Artikel nya “ the role
of theory in aesthetic” disini Weitz’s menyatakan 2 argument : yang pertama
adalah Generalization argument disini Weitch membedakan antara konsep umum
dan berbagai subconcept dari seni semacam tragedy, novel, lukisan , dll. Dan
yang kedua tentang Classification
argument yang dijelaskan nya adalah Inti dari kesimpulan weitz’s bahwa
sesuatu tidak perlu menjadi artefak melainkan di golongkan sebagai karya seni.
Adapun pendapat
lain dari Richard Salvani diman ia tidak setuju dengan pendapat Morris Weitz’s
yang dimana Paling sedikit ada 3 arti yang terlihat dari work of art yang
pertama yaitu penggolongan seni , yang kedua seni itu harus di karang dari yang
asli dan seni bersifat evaluative.
Dengan muncul nya
banyak teori tentunya membuat suatu perbedaan pendapat definisi seni pada tiap
individu apa yang dimaksud dengan seni . Saya percaya kita semua tahu akan seni, untuk mendefinisikan apa yang
dibutuhkan seni tentu agar bisa dianggap seni, kita bisa membuat saran yang
masuk akal, tapi tidak ada yang cukup untuk dunia kontemporer ini, di mana
nampaknya ada yang bisa dipandang sebagai seni.
Saat melihat
konsep seni melalui sejarah, jelas bahwa hal itu terus berubah dan sepertinya
sangat sulit untuk menuliskan kata-kata yang tepat tentang seni. Untuk memahami seni saat ini, penting untuk
memahami sejarah dan transformasi yang telah dialami seni selama ini.
Selama ada
manusia juga sudah ada kesenian.
Beberapa bentuk seni representasional paling awal yang ditemukan adalah lukisan
di dinding gua di Prancis (Chauvet-Pont-d'Arc) sekitar 30.000 tahun yang lalu (Khan Academy, 2014).
Lukisan-lukisan ini menggambarkan terutama hewan tetapi juga beberapa manusia.
Mereka adalah campuran gambar realistis dan tidak realistis. Sulit untuk
mengetahui tujuan lukisan ini, namun di saat bahasa tulisan terstruktur seperti
yang kita kenal sekarang tidak ada, dapat diasumsikan bahwa lukisan itu adalah
cara menceritakan semotif yang jelas. Yang bermula dengan adanya lukisan
lukisan gua tersebut sejarah seni terus berkembang dimana adapun era Avant - garde
, Avant garde terjadi pada abad ke-19 di Perancis sosialis (Edwards & Wood,
2004: 2). Istilah Avant-garde telah dianggap memiliki dua tujuan berbeda dalam
sejarah seni. Salah satu tujuannya telah dikorelasikan dengan metode untuk
menggambarkan suatu pergerakan, yang mengumpulkan urutan '-isms', dari era
inilah terjadi perkembangan seni rupa modern yang berangkat dari ism – ism
tersebut dimulai
oleh pelukis seperti van gogh , paul cezanne , paul gaugin yang melihat bahwa
kebenaran alam tidak sama dengan kebenaran seni. Paul cezanne menekankan pada
bentuk , segala bentuk baginya , karya
nya yang terkenal yaitu mont sainte-victorie , the great bather. Vincent van
gogh karya van gogh ialah pencerminan emosinya. Paul gaugin pelukis yang
menggunakan warna cemerang pada setiap karyanya seperti karyanya yg terkenal
yesus disalib dan ia berkarya dengan symbolis dimana karya karya simbolis biasa
di sebut synthetis kepeloporan tiga seniman tersebut berpengaruh pada paham dan
gaya selanjutnya kemudian fauvisme , yg
merupakan aliran gaya seni yang berkembang di prancis dengan landasan kekaryaan berpegang pada
ekspresionis van gogh, dengan peningkatan gaya paul gaugin yg dekoratif dan
terpengaruh oleh cezzane pula kemudian berkembang expressionis dimana pada
dasarnya adalah pernyataan dari bentuk ungkapan yang anti klasik dan tidak ada
hubungan nya dengan seni timur yang misterius maupun odilon redon yg merupakan
pelukis simbolik. Berkembangnya Kubisme berawal dari paul cezzane yg mengubah alam menjadi
bentuk yg baru Dan itu menjadi sumber
dari kubisme yg merubah bentuknya menjadi geometris seperti yg terjadi pada
seniman kubisme yaitu pablo picasso yg terinspirasi kebentukannya oleh negro
afrika sclupture dan patung antik iberia di louvre dan ini tidak ada
keterkaitannya dengan karya neo impressionis george seurat dan tidk terkait
pula dengan rousseau yg merupakan penulis di era romantik. Ada juga Purisme yang merupakan reaksi pemulihan
atas kekacauan akibat kubisme,
purisme gerakan yang ambisius yang berumur pendek hanya berhasil di bidang
arsitektur sedangkan karya seni yg mencapai paris , namun pengaruh terbesar
setelah perang adalah datang dari De Stijl , kontruktivisme dan surrealisme dan
mesin adalah sesuatu yg penting bagi pengikut purisme (machine esthethic) . Adapun orphisme ialah gaya lukis
cenderung abstrak dapat dikatakan juga sebagai murni abstrak yg berusaha memberi kaegori variasi
kecenderungan dalam kubisme yg disebut orphic cubism . Aliran futurisme tergolong
aliran seni modern yg cenderung langka yg bermula di italia yg kebanyakan
senimannya belajar dari pengaruh george seurat dan juga terpengaruh kubisme
juga. Dadaisme memiliki ciri khas penggunaan teknik dan ekspresi yg nonkonvesional
sehinggga tampak aneh , karya dadais memang sinis seperti monalisa yg dibubuhi
kumis. Surrealisme , surrealisme mencoba mengelabuhi realitas dan kekaryaan nya
sejalan dengan dadais yaitu antara tahun 1911-1920 seniman yg berjasa
mengembangkannya ialah henri roessau . kemudian prinsip plastis dan filosofis
dari pergerakan de stijl sesungguhnya bergerak sendiri bentuk karya piet
mondrian merupakan komposisi pertama post kubis dan karya de stijl menerapkan
garis vertikal dan horizontal . dalam seni rupa kebentukan aliran abstrak
kontruktivisme muncul didasari oleh keadaan yg membelenggu kebebasan seniman
sebaai penghinaan rodchenko yg balik menyerang pada tahun yg sama dengan hitam
di atasnya hitam yg menjadi simbol matinya aliran seni terutama suprematis dan yg selanjutnya yang mendasari non
geometrical abstrak dan geometrical abstrak.begitulah sekilas perkembangan era
avant garde .
Tujuan lain dari
gerakan ini bukan untuk menekankan kemandirian seni, tapi malah menggunakan
semua sumber dayanya untuk mengubah dunia modern (Edwards & Wood, 2004: 2).
Clement Greenberg
memperkenalkan gagasan Avant-garde pada tahun 1939, dalam esainya Avant-garde
dan Kitsch, ketika dia mengklaim bahwa seni harus diciptakan demi
"kesenian" dan seniman harus berusaha untuk lebih mandiri dari
pengaruh agama atau politik (Edwards & Kayu, 2004: 3).
Dengan adanya hal
sedemikian rupa disini seni visual telah rusak dengan masa lalu dan telah
berkembang dari memiliki fungsi informatika dan menjadi representasi 'alam' di
masa di mana orang yang terkena dampak dari apa yang menurut seniman penting
dan tidak harus apa yang orang Lain ingin. Seniman kemudian bereksperimen
dengan batas-batas seni.
Dan dengan tanpa adanya
batas – batas seni yang berkembang seiring dengan waktu muculah sebuah teori yang menyangku berakhirnya sebuah seni
disini Arthur
Danto (1924-2013) sebagai "salah satu kritikus seni paling terkenal di era
Postmodern."memunculkan essai
nya ,
"The End of Art",yang dimana pada era sekarang terus dikutip lebih banyak daripada yang
dipahami.
Sebelumnya Danto menggandrungi seni dan filsafat. Dia
awalnya memulai karir sebagai seniman (sebagian besar karyanya sekarang
merupakan bagian dari koleksi seni Wayne State University) sebelum melanjutkan
karir akademis dalam bidang filsafat. Pada tahun 1951, Danto mulai mengajar di
Universitas Columbia, mendapatkan gelar doktornya tahun depan. Dia adalah
seorang kritikus seni untuk Bangsa antara 1984-2009 dan merupakan kontributor
reguler untuk publikasi seperti Artforum.
Pada tahun 1964, Danto
mengunjungi sebuah pameran kotak Brillo Andy Warhol di Stable Gallery, New
York. Pertunjukan itu mengubah hidupnya.Bukan topik Warhol yang mengejutkan
filsuf, tapi bentuknya. Sedangkan lukisan Waroke tentang botol kokas dan kaleng
sup adalah representasi visual, patung kotak Brillo artis - spoiler kayu lapis
silkscreened dari kotak Brillo sebenarnya - hampir tidak dapat dibedakan dari
aslinya. Jika seseorang menempatkan salah satu patung Warhol di samping kotak
Brillo yang sebenarnya, siapa yang bisa membedakannya? Apa yang membuat salah
satu kotak itu sebuah karya seni dan benda biasa lainnya? Danto menggariskan
kesimpulannya dalam sebuah esai berjudul "The Artworld" (1964) :
Pada dasarnya, kotak Brillo
Warhol adalah seni karena karya tersebut memiliki khalayak yang di akui secara
teori . Dunia
seni (terdiri dari kritikus, kurator, kolektor, dealer, dan lain-lain)
memainkan peran di mana teori dipeluk atau dilecehkan. Seperti yang Danto duga,
"Melihat sesuatu sebagai seni membutuhkan sesuatu yang tidak dapat dilihat
oleh mata - sebuah atmosfer teori artistik, pengetahuan tentang sejarah seni:
sebuah dunia seni." Gagasan ini, yang kemudian diperluas oleh filsuf
George Dickie, juga populer. Dikenal sebagai teori kelembagaan seni (Institutional
Art Theory).
Pertanyaan yang berlama-lama di latar belakang adalah bagaimana dan mengapa , apa yang disebut teori ini
berubah dan berkembang dari waktu ke waktu.
Danto terpesona oleh
perubahan sejarah. Apa yang membuat kotak Brillo Warhol bisa diterima sebagai seni
pada tahun 1964? Pelukis Neo-klasik apa yang Jacques-Louis David pikirkan
tentang karya Warhol? Bagaimana Leonardo da Vinci, Phidias, atau manusia gua
bereaksi? Apakah kotak Brillo mewakili semacam kemajuan historis seni? Apakah
sejarah seni mengarah ke arah yang jelas? Penyelidikan Danto terhadap sejarah,
kemajuan, dan teori seni, digabungkan menjadi esai paling terkenalnya,
"The End of Art."
Cerita yang Danto katakan
di "The End of Art" yaitu Menurut
Danto, komitmen untuk mimesis mulai goyah selama abad kesembilan belas akibat
kebangkitan fotografi dan film. Teknologi perseptual baru ini membawa seniman
untuk meninggalkan peniruan alam, dan sebagai hasilnya, seniman abad ke-20
mulai mengeksplorasi pertanyaan tentang identitas diri sendiri.
Apa itu seni Apa yang harus
dilakukan? Bagaimana seharusnya seni didefinisikan? Dalam mengajukan pertanyaan
seperti itu, seni menjadi sadar diri. Pergerakan seperti Kubisme mempertanyakan
proses representasi visual, dan Marcel Duchamp memamerkan urinoir sebagai karya
seni. Abad ke-20 mengawasi suksesi yang cepat dari berbagai gerakan dan 'isme',
semua dengan gagasan mereka tentang seni apa yang bisa terjadi. "All there
is at the end," tulis Danto, " adalah teori, seni akhirnya
menjadi menguap dalam pemikiran murni yang memukau tentang dirinya sendiri, dan
tetap, sama seperti objek kesadaran teoritisnya sendiri."
Warhol's Brillo kotak dan
Duchamp's readymades menunjukkan kepada Danto bahwa seni tidak memiliki arah
yang jelas untuk kemajuan. Narasi besar kemajuan - dari satu gerakan yang
bereaksi terhadap yang lain - telah berakhir. Seni telah mencapai keadaan pasca
sejarah. Yang tersisa hanyalah teori murn i:
Tentu saja, akan ada
pembuatan seni. Tapi para pembuat seni, yang hidup dalam apa yang saya suka
sebut sebagai periode sejarah pasca-sejarah, akan menghasilkan karya-karya
nyata yang tidak memiliki kepentingan sejarah atau makna yang kita miliki untuk
waktu yang lama datang untuk mengharapkan Cerita berakhir , Tapi bukan
karakter, yang hidup terus, bahagia selamanya setelah melakukan apapun yang
mereka lakukan dalam ketidaktahuan post-narrational mereka , Era pluralisme ada pada
kita ketika satu arah sama baiknya dengan yang lain. Mudah untuk melihat
bagaimana Danto mulai mendekati kesimpulan ini selama tahun 1960an.
Pergerakan seperti seni Pop
dan Fluxus secara aktif meruntuhkan penghalang antara seni dan seni
sehari-hari. Filosofi relativis seperti poststrukturalisme dan eksistensialisme
terus berjalan, mengkritisi narasi dan kepastian yang pernah dimiliki oleh
akademisi Barat. Setelah membuka definisi tentang apa itu seni telah meruntuhkan
keyakinannya sendiri akan perkembangan linier. Lagi pula, gerakan atau 'isme'
apa yang bisa secara logis mengikuti dematerialisasi benda seni
(konseptualisme) atau skeptismeisme dan teori ideologi (postmodernisme) yang
meresap?
Danto percaya bahwa gerakan
selanjutnya tidak penting karena mereka tidak akan lagi berkontribusi dalam
mengejar definisi diri seni.
"Kami memasuki periode
usaha artistik yang lebih stabil dan lebih membahagiakan dimana kebutuhan dasar
yang senantiasa responsif dapat dipenuhi lagi," tulisnya. Meski Danto
mengklaim akhir seni itu sendiri bukanlah hal yang buruk, namun ia tetap
kemudian meratapi kematiannya. Dan Danto
mengecam keadaan dunia seni tanpa disadari. "Tidak ada gunanya
membicarakannya," tulis filsuf itu.
Sementara merancang
"The End of Art," Danto "tercengang" untuk beralih ke salah
satu sumber paling tidak disengaja, filosofi Georg Wilhelm Friedrich Hegel
(1770-1831).
Filsafat Hegel tidak populer
selama tahun 60an, namun pemahaman teleologisnya tentang sejarah berfungsi
sebagai template yang berguna untuk kesimpulan Danto. Hegel memahami kemajuan
sebagai dialektika menyeluruh - sebuah proses realisasi diri dan pemahaman yang
berpuncak pada pengetahuan murni. Keadaan ini pada akhirnya dicapai melalui
filsafat, meski pada awalnya didahului oleh interogasi ke kualitas agama dan
seni. Seperti Danto dirangkum dalam esai kemudian berjudul "The
Disenfranchisement of Art" (1984):
Ketika seni menginternalisasi
sejarahnya sendiri, ketika hal itu menjadi sadar akan sejarahnya seperti yang
terjadi pada zaman kita, sehingga kesadaran sejarahnya membentuk sebagian dari
sifatnya, mungkin tidak dapat dihindarkan bahwa hal itu seharusnya berubah
menjadi filsafat pada terakhir. Dan ketika melakukannya, tentu saja, dalam arti
penting, seni akan segera berakhir.
Setelah tahun 2000, tidak
ada gerakan atau -isme, hanya seniman individual. Gerakan yang terdaftar
menjelang akhir abad ini sama sekali bukan gerakan. Istilah "YBA" (young british
artist) adalah
tangkapan yang berguna untuk semua kelompok seniman yang beragam, beberapa di
antaranya kebetulan pergi ke sekolah yang sama (Goldsmiths). Demikian juga,
"pemasangan" bukanlah sebuah gerakan melainkan sarana penyajian
kesenian untuk
memastikan bahwa kita hidup dalam zaman yang tidak historis pasca sejarah.
Meski banyak dibaca, teori
Danto tidak sepenuhnya dicintai oleh industri seni. Seniman tidak lantas ingin
mendengar bahwa pekerjaan mereka tidak memiliki potensi perkembangan. Karya
Danto juga menghadirkan tantangan bagi pasar seni yang mengandalkan pentingnya
sejarah sebagai titik penjualan yang unik. Dia memperkirakan bahwa permintaan
di pasar akan memerlukan "ilusi kebaruan yang tak berujung," yang
kemudian mengutip Neo-Ekspresionisme 1980-an sebagai contoh kebutuhan industri
untuk terus mendaur ulang dan mengemas kembali bentuk dan gagasan estetika
sebelumnya.
Kritikus Danto biasanya
menantang kepercayaan filsuf terhadap model sejarah seni tradisional. Dalam
Danto dan Kritiknya (yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1993), Robert C.
Solomon dan Kathleen M. Higgins membahas "kekeliruan sejarah linier,"
yaitu bahwa narasi sejarah seni pra-dominan kita sebagian besar merupakan
produk dari menceritakan kembali mereka.
Jika seseorang menolak
perkembangan, narasi seni Barat yang Danto gambarkan di "The End of
Art", maka struktur yang dibutuhkan untuk pemahaman Hegel oleh Danto
mengenai seni runtuh. Penting
untuk dipahami bahwa sejarah seni sebagian besar dibangun berdasarkan bias dan
opini subjektif orang lain.
Sebagian besar ilmuwan abad
pertengahan kontemporer menolak istilah "Abad Kegelapan" misalnya,
karena secara implisit menghakimi dan mengabaikan fakta bahwa seni Kristen awal
memiliki urutan yang sama sekali berbeda dari prioritas estetika. Sejarah seni
menjadi jauh lebih bernuansa dan kompleks saat dipelajari dalam mikrokosmos.
Ketika kita mempertimbangkan kekayaan metodologi yang tersedia bagi sejarawan
seni (ikonografi, semiotika, psikoanalisis, dan sebagainya), kesimpulan Danto
terlihat semakin sempit dan reduktif.
Danto juga dengan mudah
mengecualikan karya yang menantang tesis sejarah seninya, yaitu seni non-Barat.
Bagaimana pembuat cetakan Jepang - yang perspektif dan prioritas mimetiknya
berbeda secara radikal dari standar Barat - sesuai dengan narasi sejarah seni
Danto? Danto memang menyebut cetakan Jepang di "The End of Art",
walaupun pertanyaan tentang bagaimana dampaknya terhadap tafsir perkembangan
sejarah seni benar-benar terhambat. "Kita harus memutuskan apakah [pembuat
cetak Jepang] memiliki budaya pictografi yang berbeda atau hanya terbelakang
oleh kelambatan teknologi dalam mencapai soliditas," tulis Danto.
Terlepas dari kritik ini,
pendukung Danto berpendapat bahwa teorinya dibenarkan oleh kurangnya arah di
dunia seni. Dapat dikatakan bahwa kesimpulan Danto terus berlanjut, bahkan
setelah seseorang membagi-bagikan kerangka Hegelian-nya.
Sebagai sesuatu
yang pada akhirnya berhubungan dengan kreativitas dan rasa abstrak, dan
tampaknya membutuhkan makna tambahan di luar penampilan fisiknya saja, tidak
mungkin menguncinya menjadi deskripsi yang solid dan statis. Ketika kita
mempertimbangkan berbagai interpretasi atau perkembangan konsep seni sepanjang
sejarahnya, dan mendapatkan perspektif kritis tambahan untuk mempelajari
pendekatan filosofis, kita mulai melihat bahwa sulit untuk diumumkan, 'seni
adalah ini'.
Kita bisa mengatakan 'seni adalah ini' pada waktu yang tepat dalam sejarah,
atau dalam keadaan lain, tapi kategorisasi seperti ini pada akhirnya tidak
menahan air cukup lama untuk dihitung sebagai sebuah konstanta, sebuah
undang-undang atau fakta.
Meskipun kita tidak bisa mengatakan bahwa seni itu adalah X, Y atau Z, kita
bisa menjanjikan seni itu paling tidak 'adalah'. Ini bisa kita setujui, bukan
alasan yang paling tidak berarti karena kita sudah melakukannya.
Bisakah Danto,
satu orang di antara miliaran orang lain, lalu benar-benar membuat pernyataan
besar seperti itu? Bagaimanapun, ini adalah masalah pendapat di atas segalanya.
Meskipun Danto mengajukan klaimnya dengan kefasihan dan keyakinan, dan
menawarkan beberapa argumen untuk mendukung pemikirannya, satu orang sama
sekali tidak memiliki cukup tenaga kuda di belakang mereka, karena klaim
seperti ini tiba-tiba menjadi kenyataan.
Sampai
pandangannya menarik perhatian mayoritas yang tak terbantahkan, atau Danto
entah bagaimana memperoleh otoritas tertinggi dalam menentukan perkembangan
seni, tidak banyak yang akan keluar dari gagasannya. Seni yang telah meninggal
dengan Andy Warhol tidak akan tetap menjadi opini menarik, meskipun dengan
konotasi yang menarik dan
kata-kata yang mudah diingat karena dalam hal sejarah seni terus berkembang
“the end of art” lah yang merupakan diktum umum yang menandai perubahan
mendasar itu. Tentu tidak secara harfiah seni itu mati atau berhenti justru
sebaliknya diktum itu justru memaksa kita untuk melihat kembali peran seni
dalam kehidupan. “the end of art” adalah isyarat perubahan paradigmatik yang
serius.
Konsekuensi
lebih jauh dari situasi itu adalah bahwa kini tak ada lagi paradigmatik terkuat
bagi kritik maupun praktik seni yang tentunya membuka jalan ke arah keberagaman
artistik dan disaat yang sama pula juga mengarah kepada ketidakpedulian atas
kualitas melainkan karya seni sekedar cara berkomunikasi , sudut pandang
pribadi yang unik atas suatu objek seolah sudah cukup untuk objek itu di
jadikan suatu karya seni.
Demikianlah
seni kontemporer adalah kelanjutan dari avant gardisme yang menekankan
kebaharuan , kekinian sesaat, diskontiunitas. Seni merayakan apa yang
kontekstual , kehidupan sehari – hari adalah medan dan konteks baru para
seniman sebab seringkali ia dilihat sebagai sumber potensi untuk mengubah
tatanan nilai – nilai. Karena setelah kematian seni merupakan situasi penuh
kreativitas yang lebih luas sehingga pada era kontemporer ini praktik seni rupa
kini lebih dalam konteks global yang di tandai dengan interaksi tanpa batas dan
refleksi kritis total dan mendasar atas hampir segala hal. Segala hal yang
menklaim kebenaran , pengetahuan , moralitas , ataupun nilai.
Berikut
ini beberapa tendensi dalam dunia seni rupa yang bermunculan dari kompleksitas
situasi global itu yang sekaligus menjadi tantangan besar bagi proses
penciptaan kreatif sebagai berikut ini yang pertama dalam menentukan suatu
bobot karya di satu pihak kurator tetap memiliki otoritas untuk menentukan
kualitas sebuah karya, di pihak lain pasar pun sangat besar pengaruhnya yang
seringkali ukurannya adalah hanya ukuran kuantitatif uangnya seperti halnya
ikan hiu yang di awetkan karya damien hirst yang sebetulnya tidak jelas bobot
dan makna artistiknya tapi karena seorang pengusaha berani membelinya dengan
harga mahal maka otomatis ia di anggap master piece seperti halnya juga pink
panther yang seperti boneka yang di jual di pinggir jalan tapi karena kolektor
membelinya dengan harga mahal seolah itu menjadi karya besar dalam kenyataannya
kolektor atau galery juga memiliki pengaruh yang besar untuk membranding
seorang seniman dalam kerangka pasar
karya seni kini memang merupakan komoditi fantastis yang tidak jelas
kriteria pemboobotannya.
Dengan karya seni yang dianggap besar kini tak menuntut kinerja ke kriyaan karena
bentuknya bisa berupa apapun kalau pun menuntuk kekriyaan itu kini umumnya
menuntut di
kerjakan oleh para artisan alias
tukang – tukang. Disini seniman tinggal mengontrol mereka atau pun mencari ide ide baru saja. Maka yang
terpenting dan sentral dalam seni rupa kontemporer kini adalah ide, ide yang
baru yang tidak pernah disadari oleh orang- orang oleh karena itu refleksi
kritis yang mendalan dan brilliant kini adalah syarat mutlak untuk menjadi
seniman besar bukan hanya sekedar keterampilan teknis saja karena keterampilan
teknis bisa saja di kerjakan para artisan.
Bagian
terpenting dari ide tersebut adalah sebuah inspirasi. Dunia global yang serba
sama dan transparant serng kali membutuhkan persepsi unik , mengejutkan dan tak
terduga. Kita memiliki banyak inspirasi bisa dengan menggali inspirasi dari
tradisi seperti yang sering dilakukan seniman kini pada umumnya selain itu
untuk menguatkan efek dari ide dan konvigurasi visualnya nampak nya kini di
perlukan kolaborasi interdisipin.
Seni rupa perlu bekerjasama
dengan bidang – bidang lain seperti film , komputer arsitektur , teather , sains dan lain sebagainya
misalnya yang dilakukan oleh para pekerja batik dimana mereka tidak hanya
memainkan motif batik pada kain saja melainkan juga pada kayu , karpet dan
lainnya yang kemungkinannya masih terbuka secara lebar karena seni rupa
kontemporer ini sangat luas yang dimana tidak terikat aturan maupun pakem seni
rupa zaman dahulu , tidak ada sekat antar berbagai disiplin seni dan yang
berkembang sesuai zaman semua ini tidaklah lepas dari pengaruh karya warhol
pada end of art tadi.
Meninjau seni rupa kontemporer di indonesia juga tidak
jauh beda dengan seni rupa kontemporer barat karena pengaruh end of art pun
juga masuk pada seni rupa indonesia dimana seni rupa kontemporer indonesia juga
menerapkan seni konseptual yang tidak memperhatikan bobot penilaian karya. Di
indonesia sendiri pengaruh global
pun tidak bisa di hindari karena di indonesia sendiri tidak di batasi dalam
menerima informasi bersifat global.
Di dalam sejarah
seni rupa kontemporer indonesia sendiri berawal dari praktik para anggota
Gerakan Seni Rupa Baru dimana karya yang mereka tampilkan cukup beragam dan
mulai menampilkan karya instalasi dan
karya – karya drawing yang pada saat itu masih belum lazim dan yang mereka
dambakan “kemungkinan berkarya” dalam arti keragaman gaya dalam karya seni rupa
indonesia , mebuat seni rupa indonesia dengan kemungkinan – kemungkinan baru ,
mengakui semua kemungkinan tanpa batasan , sebagai cerminan sikap mencari.
Keberagaman karya seni rupa
Indonesia sejak tahun 1990-an bisa dilihat dari beberapa aspek yaitu, media,
teknik, gagasan, dan perupa. Aspek media dibagi menjadi dua yaitu media
konvensional seperti lukis, patung, dan grafis. Media baru meliputi, instalasi,
objek, performance art, fotografi, video, sound art, dan sebagainya. Teknik
untuk karya dua dimensi meliputi, sketsa, arsir, sapuan, kolase/temple, cetak
fotografi, dan sebagainya. Karya tiga dimensi dapat dikerjakan dengan teknik
cor, pahat, las, sambung, jahit, dan sebagainya. Gagasan yang diangkat oleh
para perupa kontemporer sangat beragam meliputi, sosial politik, ekonomi,
budaya, urban, pribadi, domestik , agama, hubungan internasional, dan
sebagainya.
Seni rupa kontemporer yang memberi
kebebasan tanpa batas terhadap penciptaan karya seni rupa menimbulkan
pertanyaan terutama yang berhubungan dengan masalah kreativitas. Konsep kreativitas dalam penciptaan karya
seni rupa modernis selalu terkait dengan inovasi dan keaslian. Menurut Stenberg
(2002:3), kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan karya yang baru
(orisinal) dan yang sesuai (berguna). Harris (2006:73-74), menyatakan bahwa
kreativitas artistik adalah, kualitas yang inovatif, inspiratif, dan visioner.
Orisinalitas yang dituntut oleh seni rupa modernis sudah tidak sesuai dengan
praktik seni rupa kontemporer yang tidak mempedulikan lagi aspek itu. Fenomena
meremehkan orisinalitas sudah cukup lama terjadi pada seni rupa modern seperti
terlihat pada karya-karya Pop dari Andy Warhol. Sebenarnya apa bila kita tinjau
ulang End Of Art ini sangat berpengaruh dengan era kontemporer saat ini.
Kita bisa mengatakan 'seni adalah ini' pada waktu yang tepat dalam sejarah, atau dalam keadaan lain, tapi kategorisasi seperti ini pada akhirnya tidak menahan air cukup lama untuk dihitung sebagai sebuah konstanta, sebuah undang-undang atau fakta.
Meskipun kita tidak bisa mengatakan bahwa seni itu adalah X, Y atau Z, kita bisa menjanjikan seni itu paling tidak 'adalah'. Ini bisa kita setujui, bukan alasan yang paling tidak berarti karena kita sudah melakukannya.