SENI RUPA SURABAYA SEGABAI WACANA
TENGAH
Menilik gejala – gejala pergerakan
seni rupa di Indonesia nampaknya yogyakarta dan bandung lah yang paling sering
di kupas kesenirupaan-nya bahkan dua kota tersebut menjadi tolok ukur
perkembangan seni rupa saat ini, hal tersebut memang terlihat dari kedinamisan
kreativitas senimannya. Namun jika di kita tilik lebih jauh terdapat perbedaan
yang signifikan melalui pemikiran dan komitmen mereka di dunia seni rupa yang
menimbulkan suatu wacana kubu barat dan kubu timur yang menguak ke permukaan, karena jika mengamati perkembangan seni rupa
dua kota ini terlihat benang merah yang jelas, disini kubu jogja banyak
melahirkan seniman muda yang berbakat dan itu sangatlah berbanding terbalik
dengan bandung yang banyak melahirkan pengamat. Menurut pandangan Mamanoor
penyebab perbedaan tersebut disebabkan oleh pendidikan “Di jogja pendidikan
memberatkan pada segi teknis sedangkan di bandung lebih menitik beratkan kepada
konseptual” hal tersebut juga bisa kita amati melalui karya – karya perupa muda
jebolan yogyakarta dan bandung yang sangat terlihat jelas. Lantas dimanakah
letak wacana seni rupa surabaya kita jika hanya
wacana kubu barat dan kubu timur saja yang sering dibicarakan dalam
kontelasi seni rupa Indonesia.
Memang benar adanya jika seni rupa
di surabaya ini disebut sebagai salah
satu entitas seni rupa indonesia yang sering luput dari pembicaraan dalam
konstelasi seni rupa indonesia. Sejumlah
pengamat selalu mengarahkan objek kajiannya pada entitas seni rupa kubu barat
dan timur sehingga surabaya pun seringkali di abaikan, mengapa seni rupa
surabaya seringkali terabaikan apa
tidaklah layak seni rupa surabaya untuk di bicarakan padahal seni rupa di
surabaya sendiri sekitar tahun 70-an telah terbentuk medan sosial seni dengan adanya seniman , galery , kolektor
bahkan juga sempat berkembang AKSERA (akademi seni rupa surabaya) yang berkobar
meskipun Aksera berumur terlampau pendek. Melihat kondisi demikian memang seni
rupa surabaya cukup dominan dalam lingkup wacana nya terdahulu namun wacana
seni rupa surabaya yang sempat berkobar agaknya semakin redup di era
kontemporer ini sehingga mungkin persepsi para pengamat dan pengkaji seni
mempertimbangkan ulang untuk membicarakan wilayah kajian entitas seni rupa
surabaya.
Wacana seni rupa terdahulu kian
carut – marut dalam kontemporer ini bagaimana tidak jika arus perkembangan kubu
barat dan timur yang semakin maju disisi lain perkembangan seni rupa surabaya
semakin terpuruk. sebagai permasalahan yang mendasar dalam keterpurukan seni
rupa surabaya sendiri yaitu tidak adanya suatu wacana yang mendominasi dan
melekat pada Artworld seni rupa di surabaya, sehingga seni rupa surabaya
sendiri tidak memiliki wacana seni rupa nya tersendiri dengan demikian potensi
– potensi kesenian yang ada di surabaya seringkali berpindah ke kubu barat dan
timur dengan berbasis pada ideologinya, perupa yang tumbuh dan berkembang di surabaya
beralih ke jojga untuk lebih mendongkrak eksistensinya seperti itulah yang
sering terjadi.
Sebenarnya dalam menanggapi
permasalahan mendasar tidak bisa hanya melibatkan individu pribadi saja namun
akan lebih efektif jika sekelompok individu yang turut mendongkrak seni rupa
surabaya, selama ini yang sering penulis lihat kelompok – kelompok perupa yang
silih berganti sesuai zamannya sebenarnya hanyalah sekelompok perupa yang
bersifat temporal, yang tujuannya tidak lain hanya menggalang pameran. Kelompok
– kelompok ini tidak berbasis pada ideologis tertentu, yang bertujuan
mengobarkan suatu wacana. Tak satu pun kelompok – kelompok seni rupa surabaya
yang menciptakan kesan sebagai suatu gerakan kesenian yang akan melahirkan
suatu wacana baru sehingga tidak hanya wacana seni rupa kubu barat dan timur
saja namun agaknya seni rupa surabaya di pandang sebagai wacana tengah. Dalam
mewujudkan wacana tengah untuk seni rupa surabaya tentunya bersama kita harus
menacari jati diri atau identitas karena dilihat dari perkembangan seni rupa,
hal tersebut merupakan rentetan perdebatan besar yang sudah lama di hembuskan
oleh polemik – polemik lama. Dan disisi lain kita harus mentransformasi seni
rupa kita, menurut Umar Kayam, “Transformasi mengandaikan sesuatu proses
pengalihan total dari suatu bentuk yang sosok baru yang akan mapan.
Transformasi diandaikan sebagai tahap akhir dari suatu proses perubahan.
Transformasi dapat di bayangkan sebagai suatu proses yang lama bertahap – tahap
akan tetapi dapat pula di bayangkn sebagai titik balik yang cepat bahkan abrup”dan yang tidak kalah penting yaitu
perlunya keberadaan sekelompok individu yang mengobarkan sebuah wacana baru
untuk keserupaan di surabaya dengan hal demikian bisakah seni rupa di surabaya
ditilik sebagai wacana tengah?.
Nabila Warda Safitri