Rabu, 08 November 2017

Kritik Seni "SUNGAI YANG TAK PERNAH KEMBALI" karya Basoeki Abdullah



Mengkaji Sebuah Lukisan Karya Basoeki Abdullah  “Sungai Yang Tak Pernah Kembali”




Nabila Warda Safitri

            “ Ketika sebuah identitas menguap, keahlian apalagi yang bisa kita banggakan ? ” pertanyaan tersebut terdengar klise , namun menjadi sesuatu yang essensial terutama bagi Basoeki Abdullah sebagai sosok tokoh kunci praktik seni lukis indonesia. Keistimewaan karya Basoeki Abdullah dewasa ini masih melekat pada medan sosial seni rupa (ArtWorld) di indonesia yang dimana bisa kita lihat melalui catatan – catatan tentangnya di berbagai buku kesenian, juga masih bisa kita rasa melalui banyak nya  pameran hasil karya beliau yang masih diselenggarakan hingga saat ini. Namun seiring zaman yang semakin berputar, semuanya pun justru memudar. Kini yang kita sebut istimewa tak lagi semanis derawa. Sekilas kabar seni yang menyiratkan suatu bentuk modernisasi yang dimana sering kita dengar dengan istilah kontemporer, membuat penulis justru merasakan hati yang sakit dan miris jika membayangkan spirit Basoeki Abdullah kelak, bagaimana tidak dalam alurnya memang beliau telah memasuki spirit perkembangan seni pada zamannya akan tetapi dengan karya lukis naturalis-realis yang dibuatnya tentunya tidak menggoyahkan spirit kesenian bagi para seniman di masa kini dan kelak, namun agaknya identitas beliau sebagai seorang seniman sudah melegenda sejak zamannya dimana kiprah beliau sebagai sosok seniman mooi indie cukup diakui oleh institusi seni pada masa itu sehingga namanya pun tercatat dalam sejarah seni rupa indonesia.
            Menyoal dari sisi karya Basoeki Abdullah sebagai sosok mooi indie tidaklah salah jika visualisasi lukisan – lukisan beliau adalah pancaran pergulatan garis, warna dengan selera sekelompok kaum yang melihat timur sebagai bagian yang eksotik tak salah jika perbincangan mengenai karya Basoeki Abdullah kerap menukik pada kesimpulan bahwa lukisan beliau berupaya mempresentasikan Indonesia rasa Belanda.  Kebanyakan dari pelukis  mooi indie sendiri mereka lebih menempatkan obyek – obyek dalam komposisi yang formal, seimbang, sehingga menghasilkan suasana tenang, konsekuensinya komposisi mengarah pada struktur diagonal atau bloking obyek – obyek dari sudut kanvas untuk menimbulkan suasana tegang dan dramatis. Persoalan mengidentifikasi kini memanglah tidak sederhana maka saat ini alangkah menarik jika kita membahas rupa karya Basoeki Abdullah yang memberi kesan molek seperti pada salah satu karya basuki yang berjudul “Sungai Yang Tak Pernah Kembali” dalam lukisan yang terbentang luas dengan ukuran 125cm x 200cm ini kita dapat menilik berbagai macam obyek yang tergambar yang tidak lain merupakan obyek – obyek yang biasa di terapkan dalam lukisan mooi indie yaitu menggambarkan obyek alam dimana pada lukisan Basoeki Abdullah ini menghadirkan representasi alam yang apabila kita lihat secara visual representasi alam tersebut cukup membuat terkesan melalui detail – detail rumit yang di gambar melalui obyek alam seperti gunung, pepohonan, sungai dan lain sebagainya, yang dimana dilukiskan dengan indahseperti corak mooi indie yang terpengaruh kemolekan hindia belanda. Obyek-obyek tersebut di gambarkan dengan naturalis-realis dengan goresan yang halus dan spontan yang digambarkan dengan cat minyak melalui media kanvas, kesederhanaan metode tersebut mengisyaratkan bahwa betapa besarnya hasrat untuk meniru dari lingkungan alam semesta dan dengan demikian tidaklah luput dari metode awal yang menggunakan imitasi dari kehidupan seperti ungkap Aristoteles via Djelantik (1990) kesenian itu di pandang sebagai sesuatu yang secara indah membuat imitasi yakni tiruan atau pencerminan dari apa yang ada atau terjadi sebenarnya di dunia manusia atau dewa akan tetapi tentu saja Basoeki Abdullah tidak hanya melakukan imitasi dari alam melainkan menambahkan bumbu – bumbu untuk mempercantik alam yang asli seperti seniman – seniman mooi indie lainnya. Dalam mengkaji karya Basoeki Abdullah “Sungai Yang Tak Pernah Kembali”secara formalisme lukisan tersebut menggunakan warna – warna yang lembut dan cerah dengan menonjolkan cahaya pada lukisannya selain itu juga dengan adanya perpaduan warna yang dominan dengan warna hijau dan biru yang menjadi suatu kesatuan yang padu dalam gambaran nuansa alam yang diperindah itu.
            Ke-khas an karya seni yang dibuat Basoeki Abdullah ini mempunyai cita rasa mooi indie yang kental dengan berbekal kemolekan Hindia Belanda yang dapat terlihat dengan warna – warna yang lembut dengan goresan yang lembut dan spontan memberi kesan yang indah sehingga menghasilkan suasana yang tenang dan dinamis. Dengan penggunaan kombinasi warna – warna pada karya beliau tersebut dapat menghasilkan ketenangan dalam tahap tertentu, beliau pun menempatkan obyek – obyek alamnya dalam komposisi formal, seimbang sehingga akan semakin terasa ketenangannya. Keberadaan garis dalam lukisan ini pada dasarnya berfungsi sebagai identitas bentuk,seperti halnya yang tampak pada gunung, sungai, pepohonan dimana garis – garis tersebut mendeskripsikan batas – batas atau kontras dari nada gelap terang dengan demikian rupa bentuk pada lukisan ini adalah bentuk yang terlihat dalam kaitannya dengan bentuk – bentuk yang lain atau ruang yang mengelilinginya. Dari aspek indeks, gaya dan tema lukisan ini dapat dikaitkan dengan kondisi alam yang sedang di terpa sinar matahari pagi yang memancar dan cenderung dingin sehingga bisa bermakna ketenangan, emosi Basoeki dalam lukisan ini secara jelas tampak dari sapuan kuas yang lembut dengan tarikan garis yang halus dan spontan dengan warna – warna yang lembut menggambarkan ekspresi keprihatinan seakan beliau sedang merenungkan sesuatu untuk disesali.
            Karya Basoeki Abdullah yang berjudul “Sungai Yang Tak Pernah Kembali” ini memunculkan makna konotatif yang tersirat, dari karya tersebut penulis dapat menelaah suatu subject matter yang ingin beliau gunakan dalam lukisannya yaitu sungai beliau memandang bahwa sungai yang beliau gambarkan adalah sungai yang tidak pernah kembali dan membuat penulis menyimpulkan suatu konsep pemikiran yang penulis hubungkan dengan kehidupan ini bahwa pandangan sungai yangtak pernah kembali ini menyampaikan pesan yang berupa suatu peringatan kepada para apresiatornya bahwa yang telah berlalu tidak akan pernah kembali lagi seperti kata pepatah nasi telah menjadi bubur. Apabila makna dari lukisan Basoeki Abdullah dihubungkan dengan realitas kehidupan penulis menyimpulkan sebuah makna bahwa “ kita harus ingat bahwa waktu itu seperti sungai, kamu tidak akan menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya karena air yang tenlah mengalir akan terus berlalu dan tidak akan pernah kembali, maka dari itu buatlah hidupmu lebih berarti dang jangan terpuruk akan kejadian di masa lalu, yang lalu biarkanlah berlalu dan menjadi sebuah kenangan. Seperti itulah hal yang dapat kita rasakan dalam melihat karya Basoeki Abdullah, yang tergambar adalah sebuah ketenangan yaitu ketenangan dalam menyikapi persoalan – persoalan tadi.
            Dalam karya lukis Basoeki Abdullah “Sungai Yang Tak Pernah Kembali” beliau memvisualisasikan gagasan imitasi nya dengan tambahan gaya khayalnya dengan garis – garis dan warna yang dituangkan kedalam kanvas dengan sangat mempesona, bahkan para masyarakat awam tentang seni pun dapat merasakan bahwa lukisan tersebut penuh pesona. Pengungkapan atau proses menyatakan keindahan internal itu begitu nyata mengkisahkan impuls dalam diri pelukis yang begitu kuat – mencuat dengan demikian beliau memasuki ranah kreativitasnya, sebuah kreativitas sebgai proses sekaligus hasil dari suatu karya itu sendiri. Tentunya kreativitasnya tidak di dapatkan begitu saja melainkan dengan latar belakang aktivitas seni – budayanya yang rupanya sangat berpengaruh dalam proses kreatif melukisnya di tambah lagi dengan pengalaman estetik yang telah ia tempuh selama itu.
            Dalam lukisan Basoeki Abdullah yang merupakan salah satu tokoh seniman Mooi Indie hadirlah dramatisasi sebagai dunia ideal yang cantik dengan penuh warna dan cahaya, itu semua merupakan konsep estetik dari Basoeki Abdullah sendiri seningga beliau pernah mendapat kritikan tajam dari Sudjojono, lukisan Basoeki Abdullah dikatakan sarat dengan semangat Mooi Indie yang hanya berurusan dengan kecantikan dan keindahan saja. Padahal pada masa itu, bangsa indonesia sedang menghadapi penjajahan, sehingga realitas kehidupannya sangat pahit. Kedua pelukis tersebut memang mempunyai pandangan estetik yang berbeda, sehingga melahirkan cara pengungkapa yang berlainan. Dalam kenyataan estetik Basoeki Absullah yang didukung kemampuan teknik akademis yang tinggi tetap menempatkannya sebagai pelukis besar, hal itu terbukti dengan berbagai penghargaan yang beliau perole serta dukungan dari masyarakat bawah sampai kelompok elite di istana, dan juga kemampuan bertahan karya – karyanya eksis menembus berbagai masa, tampaknya hal sedemikian rupa tersebut juga berkat spiri beliau pada zamannya meskipun beliau mendapat kritikan tajam akan tetapi beliau tetap konsisten dalam berkarya. Pada masa itu sebagai mana banyak disebutkan dalam polemik karena mereka menyadari sepenuhnya betapa kuatnya dominasi barat yang sangat mempengaruhi seni pada kesenian Mooi Indie (kemolekan hindia belanda) akan tetapi Basoeki Abdullah dalam menyikapi hal seperti demikian beliau tidak sepenuhnya di dominasi barat beliau hanyalah menggunakan teknik – teknik barat dalamberkarya akan tetapi identitas nasional lah yang menjadi spirit zaman nya ( The Spirit Of The Age ) yang dimana spirit identitas nasional beliau tidak akan luntur karena lekang oleh waktu hingga saat ini harusnya hal tersebut menjadi contoh para pelukis di era kontemporer.
            Menaggapi karya Basoeki Abdullah tentunya setiap seniman memiliki visi dan misinya tersendiri akan tetapi setelah mengamati dan mengkaji karya lukis Basoeki Abdullah penulis berpendapat bahwa Basoeki Abdullah menggambarkan karya seni yang tidak sesuai realitas melainkan di perindah sebagaimana contoh di salah satu karya lukis beliau yang melukiskan seorang gsdis petani dimana ia terlihat cantik dan jelita tanpa adanya penderitaan padahal kenyataannya sangat berbanding terbalik dengan keadaan gadis petani seperti sebagaimana estinya berbeda dengan Affandi yang sangat menjiwai sesuai dengan realitas kehidupannya dimana kuasnya yang bergejolak seolah ikut bergerak dalam goresan, warna, ritme, dan suasana yang menyeluruh. Hal seperti ini tidaklah dimiliki oleh Basoeki Abdullah dengan misinya seorang turis (tour de force). Hal sedemikian rupa kemungkinan terjadi karena sesuai latar belakang sejarahnya dimana ia telah lama tinggal di barat dan lukisnya pun secara teknik mendominasi teknik barat.
            Dengan menerapkan teknik barat Basoeki Abdullah memiliki tenik yang bagus dengan vituositas yang tinggi namun tampaknya beliau tidak luput dari bahaya bagi mereka yang memiliki virtuositas yang tinggi yaitu kurangnya penjiwaan atau kurang menyatunya lukisan dengan ekspresi pelukisnya maka dilihat dari sudut pandang itulah karyanya terasa kurag berbobot meskipun kita menyadari bahwa lukisan Basoeki Abdullah cukup baik dari sudut pandang  formalisme dan juga dari sudut pandang estetik karyanya seperti halnya unity, complexity, intensity telah terdapat pada karya Basoeki Abdullah namun di sisi lain pada karya lukis Basoeki Abdullah  masih kurang dalam hal kreasi artistik karena penulis berpendapat bahwa kreasi artistik tidak hanya terletak pada kemampuan seniman untuk mengolah material seni ataupun masalah internal karya seni saja karena dalam kreasi artisik juga berlaku sebuah anggapan seni juga sebagai sarana untuk memajukan dan mengembangkan tujuan moral, agama, politik, dan berbagai tujuan psikologis dalam kesenian namun kreasi artistik seperti inilah belum dapat tersampaikan melalui karya lukis Basoeki Abdullah yang berjudul “Sungai Yang Tak Pernah Kembali” ini sehingga juga dapat mempengaruhi kualitas seni yang di ciptakan Basoeki Abdullah.
Setidaknya Basoeki Abdullah telah menghadirkan kepekaan panca indera, kejernihan pemikiran, ketajaman perasaan dan institusi yang di refleksikan dalam karya lukisan – lukisan yang molek dan penuh introspektif.